Tak semua orang menyukainya, tapi ketika orang tersebut menemukan kenikmatan sendiri dari kekuatan menulis, aku yakin dia pasti akan menyukainya. - Felisaries Fae
Opini : Sebuah Perjalanan dalam Dunia Tulis - Menulis
Tulisan Fae
– Menulis termasuk hobi yang digandrungi banyak orang. Aku sendiri yakin bahwa
setiap orang memiliki kemampuan menulis.
Terbukti
ketika platform social media kini merebak, lalu membuat hampir seluruh orang di
dunia menunjukkan kemampuan menulisnya di kolom postingan.
Kegiatan
ini menjadi minatku sejak masih berada di bangku sekolah dasar. Sejujurnya aku
tidak merasa aku memiliki bakat, hanya saja aku menyukai kegiatan ini.
Aku percaya
dan sangat setuju dengan penelitian yang menyebutkan bahwa menulis menjadi hobi
yang bisa menyehatkan mental dan jiwa.
Sebab aku
sendiri mengalaminya.
Sangat
terasa bagaimana leganya hatiku ketika menuliskan semua perasaanku dan apa pun
yang terjadi pada suatu waktu di sebuah buku yang kusebut diary.
Sebagai
orang yang pemalu dan pendiam, aku lebih suka berkomunikasi dengan diaryku.
Dari sinilah semangat menulis selalu menggebu dan tumbuh berkembang di setiap
aliran darahku.
Setiap Orang Pandai Menulis
Aku
bukanlah anak yang terlahir dari seorang penulis ataupun memiliki garis
keturunan seorang penulis, jadi aku ragu jika aku memiliki bakat tersebut.
Namun
karena sebuah minat dan kegemaran, aku selalu menulis meskipun dalam wujud
menulis diary atau sajak amatir yang selalu membuatku tertawa malu ketika
membacanya ulang di kemudian hari.
Jadi, aku
berkeyakinan bahwa ada banyak orang yang sama sepertiku. Mereka pandai
merangkai kata meskipun tak semahir orang-orang yang memiliki bakat.
Tidak kaget
jika kita mendapati seorang pengusaha pun bisa menerbitkan sebuah bahkan
beberapa buku, seorang tokoh agama, seorang politikus, seorang musisi, dan
siapa pun itu, dia bisa menunjukkan sebuah karya dalam bentuk tulisan.
Minder karena Tulisan Tidak Bagus
Sering. Aku
sering sekali merasa minder dan rendah diri ketika merasa tulisanku jelek
sekali. Ini terjadi ketika kita berlomba menunjukkan sebuah karya ke ruang
publik, baik fiksi maupun non-fiksi.
Di era
teknologi sekarang ‘kan sudah banyak sekali platform menulis. Saat aku mencoba
ikut berpartisipasi dalam platform tersebut, ikut memublikasikan karya
tulisanku, lalu melihat karya orang lain juga, selalu saja aku merasa minder.
Aku merasa tulisanku jelek.
Setelah
itu, semangat menulisku menjadi redup, dan aku butuh waktu yang cukup lama
untuk membangkitkannya lagi.
Ternyata
membandingkan karya kita dengan orang lain itu sangat dilarang, karena efeknya
bisa seperti ini.
Padahal
setiap tulisan memiliki karakter atau ciri khasnya masing-masing. Seperti
kepribadian manusia, setiap tulisan adalah unik (kecuali jika kamu copas karya
orang lain, dan itu sangat dilarang keras).
Jadi,
seharusnya kita tidak merasa minder dengan tulisan kita, dan tidak sepatutnya
membandingkan karya kita dengan orang lain.
Kalau kamu
sedang merasakan hal ini, mungkin kamu bisa mencanangkan baik-baik pendapatku
tadi.
Bagaimana Tulisanmu, Seperti Itulah Dirimu
Seperti
yang aku katakan sebelumnya, aku sendiri berpikir bahwa tulisan adalah
kepribadian penulis. Dari sebuah tulisan, kita sebagai pembaca bisa mengetahui
bagaimana kepribadian si penulis.
Hal
tersebut akan semakin kuat terlihat jika tulisan tersebut berkaitan dengan isi
hati penulis, misalnya curahan hati si penulis di social medianya, tulisan
catatan yang sengaja dipublish di platform pribadi seperti blog, puisi, ataupun
cerita fiksi novel dan cerpen sekalipun.
Karena
banyak orang yang memanfaatkan kegiatan menulis sebagai penyalur isi hati yang
tengah dirasakan penulis.
Orang yang
sering menulis puisi bertemakan kesedihan dan kegalauan, bisa dipastikan dia
memang sedang sedih, orang yang suka menulis artikel travelling berarti orang
tersebut memang suka travelling, dan lainnya.
Dari
tulisan pun kita bisa mengetahui bagaimana karakter dan kepribadian penulis,
misalnya tulisan dengan kalimat pendek bisa jadi si penulis memang bukanlah
orang yang suka bertele-tele, tulisan yang powerful bisa jadi si penulis
memiliki karakter yang enerjik dan ceria.
Dari Hobi Membaca Menjadi Penulis
Banyak
sekali penulis yang terlahir bermula dari hobinya yang suka membaca. Meskipun
tidak sedikit pula penulis yang jarang membaca namun pandai menulis.
Aku sendiri
berawal dari kesukaanku pada buku. Meskipun aku bukanlah pecinta dan pembaca
buku maniak, tetapi hasrat menggebu akan kegiatan menulisku tumbuh dari
bahan-bahan yang terdapat dalam buku bacaanku.
Ketika aku
membaca, otakku langsung bertekad ingin menciptakan tulisan memukau yang sama
seperti di buku tersebut. Aku ingin membuat karya tulisan berbeda yang bisa
bermanfaat sama halnya dengan tulisan di buku itu yang berhasil menghiburku.
Dari buku
pun aku bisa menambah kosakata demi kosakata baru, pengetahuan umum, dan cara
penulisan yang baik dan rapi.
Keinginan
akan menjadi penulis semakin menggebu hingga membuatku belajar bagaimana
menulis dengan baik dan mempelajari tata kepenulisan sesuai pedoman tata bahasa
yang benar.
Aku juga
sempat mengikuti beberapa komunitas menulis dan terus mengasah minat menulisku.
Mengikuti beberapa seminar dan pelatihan kepenulisan, event lomba menulis
online dan offline, walaupun belum pernah menang tetapi cukup menambah
pengalamanku.
Berhenti Menulis
Selama
menikmati kegiatan ini bertahun-tahun, aku pernah mengalami masa-masa di mana
aku harus berhenti menulis. Bukan untuk selamanya, hanya sementara saja.
Aku—dan
mungkin penulis lain yang mengalami hal serupa—menyebutnya dengan istilah
writer block.
Writer
block adalah kondisi di mana kita benar-benar tidak bisa menulis, dalam artian
seperti tidak ada gairah, tidak ada inspirasi maupun ide, sehingga membuat kita
merasa seperti stuck di tempat.
Kalau
sedang dalam kondisi tersebut, jika dipaksakan menulis, biasanya hasil tulisan
tidak akan memuaskan dan cenderung berantakan. Makanya aku kalau lagi writer block lebih suka melakukan
kegiatan lain dan sementara berhenti menulis dulu.
Biasanya
aku bakal baca buku, nonton film, atau jalan-jalan, setelah itu akan muncul ide
dan semangat menulis dengan sendirinya.
Atau hanya
dengan melihat semangat menulis orang lain saja bisa menginspirasi diriku untuk
kembali menulis. Untungnya, aku memang dikelilingi oleh beberapa teman dengan
hobi menulis yang sama, jadi ketika melihat mereka semangat menulis, aku bisa
jadi ikut semangat lagi.
Menulis itu Menyenangkan
Tak semua
orang menyukainya, tapi ketika orang tersebut menemukan kenikmatan sendiri dari
kekuatan menulis, aku yakin dia pasti akan menyukainya.
Aku sendiri
dulunya benci sekali dengan menulis. Aku selalu uring-uringan ketika ada tugas
bikin puisi atau cerpen, karena aku tidak mahir.
Tapi saat
aku merasakan suatu kenikmatan yang berbeda dari menulis, aku pun mulai
menyukainya.
Kegiatan
menulis menjadi salah satu penolong dari buruknya keadaan yang pernah aku
alami. Makanya aku percaya menulis bisa menjadi teknik self-healing yang ampuh.
Meskipun
jatuh bangun, terkadang minder, malas, ataupun ragu, sekarang aku berpikir aku
tidak akan berhenti menulis.
Sekalipun
hanya dalam bentuk catatan kecil dalam ponsel genggamku.
Menulis itu
menyenangkan. Kita bisa menuangkan berbagai hal dalam kehidupan kita, seperti
pengalaman, kenangan, yang sedang berlangsung pada hari itu, kisah keseharian,
fiksi, sajak, curahan hati, dan masih banyak lagi.
Namun
demikian, sama halnya berbicara, menulis pun ada adabnya. Alangkah baiknya kita
tetap menjaga tulisan dengan baik seperti bagaimana cara kita bercengkerama.








0 Komentar